Berpolitik Pada Semua Lini

Gambar dari Wikipedia.

Fungi adalah nama laptop lama, merek Toshiba, core i5, yang dipakai hanya untuk menonton filem dan mendengar musik. Sedangkan saya bekerja mengedit video, mengedit lagu, mengetik ini-itu memakai Acer yang core i3. Kan kampret itu. Haha. Intinya malam itu saya menghidupkan Fungi gara-gara pengen nunjukin ke Ocha filem Castaway on the Moon, filem lucu versi konyol dari Cast Away-nya Tom Hanks. Ndilalah si Ocha tertidur dan saya memilih filem apa yang akan dinonton selanjutnya. Tangan saya meng-klik filem berjudul Invictus. Filem yang sudah lama nongkrong di Fungi tapi belum pernah saya tonton.
 
Invictus merupakan filem drama biografi-olahraga yang disutradarai oleh Clint Eastwood yang dirilis pada 11 Desember 2009. Diperankan oleh Morgan Freeman sebagai Nelson Mandela dan Matt Damon sebagai Francois Pienaar, Kapten Tim Rugby Afrika Selatan: The Springboks.

Invictus dibuka dengan momen bebasnya Nelson Mandela pada 11 Februari 1990 dari Penjara Victor Verster di Robben Island. Ya, dia dibebaskan setelah dua puluh tujuh tahun dipenjara di sana. Empat tahun kemudian Mandela terpilih sebagai presiden berkulit hitam pertama Afrika Selatan. Terpilihnya Mandela menyebabkan pegawai pemerintah berkulit putih berniat mengundurkan diri. Namun Mandela mengajak mereka semua bertemu dan mengatakan bahwa Afrika Selatan membutuhkan keahlian mereka; siapa yang hendak tinggal dan bekerja bersamanya, silahkan tinggal, namun siapa yang tidak ingin bekerja bersamanya, silahkan pergi. Karena baginya tidak ada bedanya antara kulit hitam dan kulit putih. Dan dada saya sesak menonton bagian ini.

Sejak menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan, Mandela menghadapi tantangan besar di era pasca-apartheid (from Wikipedia); termasuk kemiskinan dan kejahatan yang merajalela, dan tentu saja perpecahan rasial antara orang kulit hitam dan orang kulit putih Afrika Selatan yang dapat menyebabkan kekerasan. Bahkan di filem ini diceritakan tentang Paspampres yang ditambahkan orang kulit putih di dalamnya. Suasana kurang kondusif karena pengaman presiden yang berkulit hitam penuh rasa curiga dengan pengaman presiden yang berkulit putih. Maklum lah ya, setelah sekian lama Afrika Selatan dipimpin oleh presiden berkulit putih ... begitu.

Tapi inti dari cerita ini adalah tentang bagaimana Mandela berusaha membawa nama Afrika Selatan ke kancah dunia melalui Piala Dunia Rugby tahun 1995.

Saat Mandela menonton pertandingan rugby antara Springboks (nama tim rugby Afrika Selatan) melawan Inggris, ia mengakui bahwa penonton kulit hitam di stadion itu mendukung Inggris bukan mendukung Afrika Selatan. Alasannya adalah karena pemain Springboks kebanyakan orang kulit putih mewakili prasangka dan apartheid di benak mereka. Hal yang sama pernah dilakukan oleh Mandela saat dipenjara di Robben Island. Mengetahui bahwa Afrika Selatan akan menjadi tuan rumah Piala Dunia Rugby tahun 1995 dalam waktu satu tahun, Mandela membujuk sebuah pertemuan Komite Olahraga Afrika Selatan yang didominasi kulit hitam untuk mendukung Springboks.  

Lebih lanjut, Mandela kemudian bertemu dengan kapten tim rugby The Springboks, François Pienaar, dan menyiratkan bahwa kemenangan Springboks di Piala Dunia akan menyatukan dan menginspirasi bangsa Afrika Selatan. Mandela juga berbagi dengan François sebuah puisi Inggris, "Invictus", yang telah menginspirasi dia selama waktunya di penjara. Puisi ini lah yang kemudian menjadi inspirasi François Pienaar ... Afrika Selatan menang. 

Dukungan Mandela terhadap tim nasional rugby Afrika Selatan memberikan semangat baru kepada anggota tim yang sebelumnyanya sudah mulai kendor karena tidak mendapat dukungan dari masyarakat Afrika Selatan itu sendiri. Dengan berbagai cara Mandela berusaha menyuntik semangat dan inspirasi kepada tim rugby ini. Dia bahkan meminta agar tim rugby melakukan coaching clinic untuk lebih mendekatkan The Springboks dengan masyarakat Afrika Selatan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Mandela itu berhasil. Berikutnya, dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya, The Springboks mengharumkan nama Afrika Selatan hingga ke final saat menghadapi tim New Zealand yaitu All Blacks.

Final dilaksanakan di Ellis Park Stadium di Johannesburg. Mandela tiba di stadium mengenakan topi Springboks. Sebelum pertandingan, Paspampres kuatir dengan adanya pesawat jet Boeing 747 asal Afrika Selatan yang terbang rendah di atas stadion. Waktu nonton itu jantung saya nyut-nyutan, membayangkan adanya aksi teror, hahaha. Ternyata itu adalah demonstrasi patriotisme (menurut Wikipedia) dengan pesan di bagian bawah pesawat "Good Luck, Bokke" yang dapat dibaca oleh semua penonton di stadium tersebut. Riuh? Pastiiii. Seperti suntikan vitamin gitu deh. 

Sempat deg-degan sama skor masing-masing tim, pada akhirnya Springboks melengkapi run mereka dengan mengalahkan All Blacks 15-12 di perpanjangan waktu. Apa yang diinginkan oleh Mandela terwujud, nama Afrika Selatan pun harum di kancah internasional khususnya di dunia olah raga rugby.

Saya menulis judul pos: berpolitik pada semua lini. Mandela adalah salah satu contoh politikus yang berpolitik pada semua lini salah satunya adalah lini olahraga. Dia melihat celah masyarakat Afrika Selatan dapat disatukan melalui rugby, oleh karena itu bertepatan dengan momen piala dunia rugby, dia berusaha agar masyarakat harus satu suara bulat mendukung timnas The Springboks. Mandela memang hebat!

Artinya adalah kita tidak bisa terlalu memaksakan sesuatu yang baru untuk maju. Kita harus bisa melihat potensi yang ada dan menjadikan itu sebagai 'senjata' ampuh. Kenapa tidak?

Selamat berakhir pekan, kawan.


Cheers.

3 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. nah, inilah yang saya tidak begitu suka : politik
    politik bagi saya adalah kubangan lumpurnya sapi/kerbau
    siapapun yang masuk kesana, keluar - keluar akan berwarna sama: lumpur..

    mau berpakaian haji, pendeta, pemain bola, bahkan tentara, semua akan menjadi cokelat.. tinggal sisanya adalah ucapannya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yess you rite :D hahaha
      Saya juga tidak suka politik, tidak pengen ngomong/nulis politik juga. Cuma sekadarnya saja sebagai orang awam :D 5 tahun sekali hahahah.

      Hapus
  2. Kalau saya suka berpolitik, walau tidak terlibat di dalamnya; karena politik itu suci. So politik tidak salah, karena politik hanyalah cara; jika anti pati jangan politiknya yang dipersoalkan tetapi aktor yang terlibatlah yang disentilin, maaf kalau ngawur heheh

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak