Kebutuhan, Alasan Kita Berinovasi



Hidup manusia tidak pernah lepas dari kebutuhan. Kebutuhan paling mendasar seperti oksigen tentu disediakan alam raya semaksimal mungkin asalkan lingkungan terjaga dengan baik. Kebutuhan akan barang lain yang tidak tersedia begitu saja oleh alam, menghasilkan inovasi demi inovasi. Jadi tidak salah jika saya menulis; kebutuhan, alasan kita (manusia) berinovasi. Inovasinya pun tidak selalu yang canggih. Cukup yang sederhana, asalkan kebutuhan terpenuhi. Meskipun inovasi selalu diidentikkan dengan benda-benda canggih temuan manusia, hasil karya manusia.

Kalian pasti pernah melihat benda-benda seperti sofa-kasur, kursi-tangga, atau meja-tempel. Sofa-kasur itu saya bilang benda yang kalau siang Joni, kalau malam Jeni. Hehe. Fungsinya memenuhi dua kebutuhan sekaligus; duduk dan tidur. Sama juga dengan kursi-tangga yang bisa buat duduk, kalau dibuka lipatannya berubah menjadi tangga. Bagaimana dengan meja tempel? Ini lebih pada pemanfaatan ruang di rumah; belum digunakan dia tidak nampak karena nempel di dinding/laci, kalau digunakan baru nampak dia sebagai meja. Saya pengen banget punya tiga benda di atas. Sekalian bisa menghemat space karena rencananya pengen punya rumah mungil yang lebih memaksimalkan fungsi ketimbang terlihat mewah. Apalagi rumahnya di lereng Bukit Kezimara dengan pemandangan lanskap Kota Ende. Awwww!

Kembali pada kebutuhan dan inovasi. Beberapa tahun terakhir ranah IG, Youtube, bahkan Facebook, dipenuhi dengan foto dan video hasil karya baik itu craft maupun benda hasil DIY (Do It Yourself). Keduanya sama-sama mengasah kreatifitas. Bedanya, craft kebanyakan menggunakan barang baru (meskipun juga menggunakan barang bekas) sedangkan konsep DIY lebih pada pemanfaatan barang-barang bekas atau barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi. Jangan ditanya lagi berapa banyak keranjang, tempat tisu, desk organizer yang sudah saya hasilkan dari barang bekas dan menghasilkan Rupiah. Tapi tahukah kalian? Sejak dulu kita sudah berinovasi. Inovasinya sangat sederhana. Tujuannya? Untuk mempermudah hidup kita.

Inovasi paling sederhana yang dilakukan hampir oleh semua orang ketika masih kecil adalah membuat celengan sendiri. Ketimbang membeli celengan plastik berbentuk ayam di toko, mending bikin sendiri celengan dari kaleng bekas susu atau botol bekas minum. Dulu, almarhum Bapa saya punya guci berbentuk kucing yang ukurannya besar. Bagian atas guci tersebut dilobangi memanjang seperti isian celengan. Duit yang boleh masuk ke guci tersebut hanya yang sepuluh ribuan, lima ribuan, dan dua ribuan. Si ayam boleh dipecah bagian bawahnya satu tahun sekali (tahun kedua dan seterusnya, bagian bawahnya dilapisi lakban). Setiap tahun si guci menghasilkan paling tinggi empat ratus sampai lima ratus ribu.

Kalian juga tentu masih ingat tentang dua kaleng bekas susu dan benang. Jaman itu yaaaa, kita sudah main telepon-teleponan pakai kaleng bekas susu. Rojer rojer rojer! Begitu kenal telepon beneran (sudah punya teman yang sama-sama punya telepon rumah) digampar orangtua karena bergosip via telepon rumah yang berakibat pada tagihan telepon yang membludak. Semakin orangtua mengunci pesawat telepon, semakin kita kreatif memikirkan cara menggunakan telepon tanpa membuka gembok. Duileeeeh, inovasi di atas inovasi itu namanya.
 
Inovasi lainnya yang sering saya lakukan waktu kecil adalah menganyam benang wol menjadi pita dan gelang. Modalnya hanya tiga sampai empat gulung benang wol yang dipintal/cacing. Bisa dipakai buat pita rambut, bisa juga buat gelang. Sesuka hati deh. Ketimbang membeli pita rambut yang warnanya tidak kompak sama baju, mending bikin sendiri. Biasanya saya melakukan ini bersama kakak-kakak sepupu, terus saling pamer siapa yang hasilnya lebih rapi dan lebih bagus. Soal inovasi ini jangan ditanya waktu kecil dulu. Kami tidak mau bermain behel karena terbuat dari besi dan ukurannya terlalu mini. Oleh karena itu kami menggunakan siput berbentuk sapa (sejumlah enam) dan bola tenis. Rasanya lebih puas. Begitu pula dengan skipping. Tidak butuh tali skipping yang dijual di toko. Cukup menghancurkan kursi sice hahaha, talinya bisa dipakai skipping atau main loncat tali.

Si Indra, keponakan yang sejak kecil tinggal bareng kami, punya inovasi sendiri soal minum Coca Cola. Setiap siang, usai pulang sekolah, dia bakal tiduran di sofa sambil membaca Kambing Jantan karya Raditya Dika. Botol Coca Cola diletakkan di lantai, dan dia menyedot dengan mesra. Iya, sedotannya disambung-sambung agar panjang dan bisa mencapai bibirnya (dari botol).

Masih banyak inovasi sederhana yang kita lakukan sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Inovasi lain yang pernah saya lakukan adalah perihal amplop. Pernah kah kalian, ketika hendak pergi kondangan, kios-kios yang menjual amplop di sekitar rumah ternyata tutup? Inovasi yang saya lakukan adalah menggunakan kertas HVS sebagai pengganti amplop. Yang penting duitnya tertutup kertas dengan rapi, dilipat seukuran setengah telapak tangan, kalau sudah masuk tombak (kotak uang) segalanya pun beres.

Hehe.

Jadi, kalau bicara soal inovasi, kita tidak perlu berpikir terlalu jauh atau terlalu canggih. Yang penting kita melakukan inovasi, perubahan, agar kebutuhan terpenuhi.

Beberapa bulan lalu saya mengganti besi kontrol capit makanan dengan karet gelang (lihat gambar di postingan ini). Besi kontrolnya hilang entah ke mana dan menyusahkan saya ketika hendak memidahkan makanan (gorengan, dan lain-lain) karena lebih mengangkang (duh, bahasanya). Oleh karena itu saya menggunakan karet gelang sebagai pengontrol. Beberapa tutorial di internet justru menjadikan garfu atau sendok sebagai capit makanan dengan cara diikat karet. Haha! Betapa mudahnya!

Saya yakin, kalian juga pernah melakukan inovasi-inovasi sederhana seperti yang pernah saya lakukan di atas. Jangan ragu untuk berbagi, siapa tahu bermanfaat untuk orang lain. Yuk, berbagi pengalaman!



Cheers!

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak