#PDL Braket


#PDL adalah Pernah DiLakukan. Pos #PDL merupakan cerita ringan tentang apa saja yang pernah saya lakukan selama ini.

***

Hai kalian yang giginya putih, sehat, dan rapi jali. Salam manis dari saya yang giginya tak beraturan seperti parallelogram. Senyumnya manaaaa? Iiiih cantiknyaaaa. Kicik kicik kicik. Bukan saya yang cantik, tapi kalian. KA-LI-AN! Barisan gigi saya ini, selain tak beraturan, kalau dilihat di bawah mikroskop bakal muncul renggang-renggang asmara. Bahkan gigi seri bagian bawah pun panjang pendek. Bikin luntur pede kalau sedang orasi ilmiah bernyanyi. Sebenarnya tak hanya gigi. Hah!? Ada lagi? Iya nih. Kecelakaan sepeda motor tahun 1994 silam menyebabkan tulang pangkal lengan 'terlepas' dari porosnya dan rahang saya pun bengkok. Belum cukup? Belum. Waktu sepeda Federal kebanggaan ikut masuk got bersama saya karena rasa setia kawannya yang tinggi, dengan kekuatan bulan saya menahan bobot menggunakan tangan kiri, lantas tangan kiri pun ikutan bengkok. Mungkin karena itu otak saya pun ikutan bengkok.


Tahun 2017, adalah keinginan untuk merapikan gigi yang renggang apabila dilihat di bawah mikroskop. Keponakan saya yang apoteker itu menyarankan untuk memasang braket saja mengingat kalau gigi saya dirapikan pakai tang cucut kuatir tang cucutnya yang patah. Wah, boleh ini! Why not? Tidak ada ruginya kan, kecuali lembar-lembar pink melayang dari dompet.

Dari Wikipedia, kawat gigi atau behel (bahasa Inggris: dental braces) adalah salah satu alat yang digunakan untuk mendapatkan susunan gigi yang ideal. Kawat gigi bekerja dengan cara memberikan tekanan ke gigi untuk secara perlahan menggerakkan gigi ke posisi idealnya. Menurut cara penggunaannya, kawat gigi dibagi menjadi dua jenis, jenis permanen yang tidak bisa dilepas pasang dan jenis lepasan yang bisa dilepas pasang.

Wah, artikel dari Wikipedia itu luar biasa ya terutama pada kalimat terakhir *ngikik*

TRA-DA! Gigi saya pun dipasang braket dan karet powerchain. Karena waktu itu stok karet powerchain warna kuning habis, maka saya pilih yang biru. Tak ada rotan akar pun jadi


Minggu-minggu pertama memakai braket rasanya ada yang aneh di dalam mulut. Sama juga untuk semua orang yang baru pertama memakai softlens. Khusus saya, mulut terasa penuh, sulit makan dengan gaya bar-bar, dan setiap hari harus membawa tusuk gigi di dalam tas. Kadang-kadang saya menyiapkan sikat gigi dan pasta gigi karena pengen lekas membersihkan gigi. Payah ah. Pantas saja saya selalu melihat teman-teman yang memakai braket selalu pelan mengunyah dan pasti memerhatikan gigi mereka usai makan. Sumpah, ini sangat menyengsarakan. Oia, selain itu, saya juga merasakan gigi seperti ditarik (ke posisi idealnya).


Tapi kalau untuk makan saja sulit ... tanggalkan!

Maka dengan wajah malu saya meminta untuk dilepaskan. Saya tidak sanggup bertahan dengan braket ini karena urusan makanan adalah yang utama. Mana enak ke kafe tidak bisa sebar-bar dulu? Mana asyiiiik setiap gigit daging dinosaurus harus punya skill khusus? Tidak asyiiiik. Saya harus melepaskannya meskipun setelah enam bulan pemakaian memang terlihat sedikit ... sedikit loh ya ... perubahan pada gigi-gigi yang renggang yang mulai merapat. Rapatkan barisan.

Bye bye braket!


Setelah melepas braket, dan mengaku memakai braket bukanlah kebutuhan paling urgent dalam hidup yang fana ini karena menyulitkan proses mengisi lambung, hal pertama yang saya lakukan adalah makan dengan mengunyah secepat kilat seperti dulu sebelum memakai braket. Cihuy! Kalian tahu rasanya, bagi saya, memakai braket? Rasanya seperti dijajah Jepang tiga setengah tahun. Tidak lama tapi menyengsarakan. Oleh karena itu, ketika braket dilepas, harus dirayakan kemerdekaan ini.

Tapi bagi kalian yang memang giginya benar-benar lebih parallelogram dari gigi saya, atau gigi kalian ibarat penumpang angkot yang duduknya harus maju-mundur sesuai perintah supir, pakailah saja braket. Kalau gigi kalian gingsulnya hanya satu, jangan pakai braket, karena gigi gingsul itu bikin bisul manis. Lihat saja orang-orang yang giginya gingsul macam Tri Utami pasti cantik kan *maksa*. 


Pernah, saya pernah begitu. Pasang braket hanya beberapa bulan kemudian melepaskannya dengan ikhlas demi kejayaan kunyah-mengunyah. Hehe.


Cheers.

9 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. UntunG LAH saya giginya sudah rata jadi ga perlu pasang behel...keliatannya sih modis Padahal bIkin REPOT...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Repot sekaliiii, menurut saya sih begitu ... super repot hahaha :D

      Hapus
  2. Aku malah geli mbak kalo liat orang yang pake kawat gigi.. seperti yg mbak bilang, makan adalah yang utama.. pasti sering nyangkut dan lengket wkwk..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuahahaha aku sih nggak geli, tapi ya itu pas pakai sendiri ngerasain kebebasan akan ditindas :D

      Hapus
  3. gigiku juga nggak rata tapi aku gak pakai braket. entah, nggak srek aja memeng. kalo makan susah banget bersihin nya pakai sikat gigi. ya, apa mau dikata. aku bukan tipe orng pakai braket.

    oiya, aku punya temen yg juga pakai braket, namanya Anang. sampe-sampe dia dijuluki Anang Kawat, karena pakai braket. hi hi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha saya dulu sikat gigi setiap kali habis makan gegara nggak enak rasanya di gigi :D toss kita memang bukan tipe yang bisa pakai braket :D

      Hapus
  4. Saya sampai sekarang masih takut pakai behel, hehe

    BalasHapus
  5. demi kejayaan kunyah mengunyah, huahahah lucu sekali kak. aku dulu sempat pengen sekali pakai behel, tapi akhirnya nggak boleh, sayang sama gingsulnya katanya. aduduh, manis dong aku kak :P

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak