Belajar Literasi Digital


Hai semua, apa kabar? 

Tumben nanya begitu di awal pos *habis kesambit penunggu tanaman sawi di belakang rumah*.


Akhirnya materi yang sudah lama ditunggu tersampaikan juga di Kelas Blogging NTT oleh Kakak Anazkia. Tapi karena Kanaz-nya sedang sibuk berat, cieee uhuk, maka diteruskan oleh Om Bisot. Apakah materi tersebut? Literasi Digital. Materi ini termasuk materi yang saya tunggu-tunggu loh. Tidak selamanya mentor tahu segalanya kan? Hihihi. Jadi, begitu jarum jam memasuki waktu 21.00 Wita, saya berusaha untuk memantau WAG. Berusaha ... karena malam itu juga sedang mengerjakan sesuatu bersama Kakak Pacar. Silahkan berimajinasi apa yang kami lakukan. Qiqiqiqi. 

Apa itu literasi digital?

Menurut materi (creative common) yang disampaikan oleh Kanaz, literasi digital adalah:


Gambar di atas, juga beberapa gambar berikutnya di dalam pos ini, diambil dari materi tersebut, yang disusun oleh Relawan TIK, Internetsehat, dan ICT Watch. Secara umum yang dimaksud dengan literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan konten/informasi, dengan kecakapan kognitif ataupun teknikal. Ada banyak model kerangka (framework) untuk literasi digital yang dapat ditemukan di internet, dengan ragam nama dan bentuk. Setiap model memiliki keunikan dan keunggulannya masing-masing.

Ada tiga kerangka atau pilar utama literasi digital yang tertera di mater ini (yang mana materi ini disampaikan pada Mini Workshop di Wonosobo, 19 Februari 2018) yaitu proteksi, hak-hak, dan pemberdayaan:


Proteksi mencakup perlindungan data pribadi, keamanan daring, dan privasi individu (dan resiko personal). Hak-hak mencakup kebebasan berekspresi, kekayaan intelektual, dan aktivisme sosial (berkumpul, berserikat). Pemberdayaan mencakup jurnalisme warga, kewirausahaan, dan etika informasi. Jadi, ketika bicara tentang literasi digital, kita bicara tentang tiga kerangka tersebut di atas, yang pembahasan lengkapnya ada di dalam materi tersebut. Materi yang sangat lengkap karena membahas tentang data pribadi, hak-hak pengguna internet, serta pemberdayaan pengguna internet; jurnalisme warga, kewirausahaan, dan etika informasi.

Baca Juga : Kita, Orang Indonesia

Di tengah lautan hoaks yang menghantam di Indonesia bak tsunami, dengan kasus terfenomenal tentang oplas seorang ibu yang you know who, literasi digital ini penting diketahui oleh semua orang. Agar apa? Agar kita tidak menjadi si penyebar hoaks apalagi si pembuat hoaks. Ini berkaitan dengan kerangka ketiga sub etika informasi di atas. Dulu juga sudah ada kode etik online yang sayangnya belum diketahui semua orang, atau sudah diketahui tetapi diabaikan.


Duhai Kakanda, bunuh saja akyu dari pada diabaikan. Diabaikan itu syakiiittt.

Filter informasi ini penting karena sudah ada hukum yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Meskipun UU ITE ini penuh kontroversi namun tidak semua pasalnya merugikan netizen. Terutama perasaan netizen yang rentan karena putus cinta perlu dilindungi dari hoaks. Halaah hahaha. Maksud saya adalah sesama netizen harus menghargai orang lain ketika kita memberikan informasi; jangan sampai memberikan informasi palsu.

Jangan sampai jadi pembuat dan penyebar hoaks!

Jadi, meskipun kalian sudah tahu, saya sarankan kepada kita semua untuk membaca baik-baik kerangka literasi digital karena sangat bermanfaat bagi kehidupan maya kita, termasuk anak-anak kita. Hehe. Ini adalah panduan untuk kita agar kita tidak terseret ke ranah hukum hanya karena tidak paham atau karena pura-pura tidak paham/tahu. Tapi, bukan berarti sudah ada hukum yang mengaturnya, kita jadi enggan memilah yang mana kritikan, yang mana gosip, yang mana hoaks. Kritikan itu perlu selama itu bersifat membangun/mengoreksi yang disertai data.

Berbicara soal data, ini penting sekali. Semua orang tentu tidak ingin menyampaikan berita burung atau berita 'sekadar'nya bukan? Sama juga ketika kita menulis konten blog. Sertakan data entah data itu berdasarkan pengalaman pribadi, data berdasarkan literasi yang kita baca, data berdasarkan wawancara, data berdasarkan pesan atau data dari sponsor. Semuanya data. Oleh karena itu, jangan pernah mengabaikan pos/konten sebuah blog, karena blogger tidak asal menulis saja.

Banyak blogger yang melakukan riset terlebih dahulu sebelum membuat/menulis konten.


Semoga bermanfaat.


Cheers.

24 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. Siappp. Jadi kita sebagai blogger juga, masuk dalam kerangka dan terjun langsung dalam menyukseskan literasi digital ya kak..hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali. Sebagai blogger, kita memang wajib melakukannya, blog adalah salah satu sarana yang berperan cukup penting dalam hal ini.

      Hapus
  2. setuju...jangan menyebar hoax.
    Menulis artikel, semestinya pakai data valid.

    Thank you for sharing

    BalasHapus
  3. FiX !.
    Ini mah namanya kak Tuteh bukan habis kesambit penunggu kelapa sawit belakang rumah 😁 xixixi.
    Tapi ...,
    sadar full 💯% mengingatkan kita semua PENTINGnya literisasi digital.
    Katakan untuk diri kita semua untuk tidak menyebarkan isu fitnah dan berbohong berita atau informasi ke publik 👍.

    Sepanjang aku jadi blogger, informasi yang kutulis secara detil dan benar-benar sesuai fakta di lapangan.
    Kalau tidak begitu, bisa-bisa blog kita dibanned Google karena telah membuat informasi palsu.

    Ditanya perjuangannya gimana ? ...,
    hahaha .. lumayan capek juga karena sebentar-sebentar berapa meter berhenti mengumpulkan info dari warga juga mencatat nama rute jalan ke lokasi.
    Capeknya tuh disiniiii [sambil nunjuk betis 😅]

    BalasHapus
    Balasan
    1. Capeknya tuh di siniiiii hahaha :D
      Betul sekali, Himawan. Jadi blogger (yang baik) itu memang harus memperhatikan banyak aspek; salah satunya tidak bisa asal menulis tanpa data yang jelas ya hehehe.

      Hapus
    2. Wwkkkwkkk ...😅
      Koyo mana koyo 🤔 ?.
      Perlu 10 lembar nih ..
      Kaki kiriku masih terasa ngilu setelah travelling ke Purworejo, kak tapi postnya belum kuunggah.

      Pokoke aku sependapat dengan literisasi digital : data harus akurat, tidak mengada-ada atqu berbohong demi popularitas.

      [sambil berharap semoga perjuangan kerja keras seorang travell blogger dapat perhatian dari pemerintah. Di tangan seorang travell blogger suatu lokasi wisata bisa jadi dikenal banyak orang]

      Hapus
    3. *kirim koyo 20 lembar :p* hahaha. Ditunggu cerita ke Purworejonya hahaha. Btw sudah seharusnya travel blogger mendapat perhatian dari pemerintah kan, karena mereka turut mempromosikan pariwisata.

      Hapus
  4. Seorang ibu yg oplas dan gulungan tsunami.. complicated ya teh negeri ini..
    Literasi digital penting bgt karena kita gak boleh percaya sama satu sumber aja..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat complicated hehe. Betul, harus ada beberapa sumber ya biar berimbang juga :D

      Hapus
  5. kalau masalah keamanan ribet deh urusannya beb.. udah percaya sama fb dulu katanya data pribadi aman, sampai sampai di isi semua deh tu lengkap biodatanya sampai no sekalian, gak taunya sekarang fb membocorkan data, kita bisa apa coba?

    yang lagi rame Google Plus juga di kabarkan mengalami kebocoran data yang tidak disegaja, dan akan ditutup, kita sebagai user bisa apa ??? ujung-ujungnya cuma bisa pasrah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Resiko user ya hahahaha :D Pasrah pada nasib :D

      Hapus
    2. itulah beb, semua tetep kembali ke pembuat aplikasinya..

      Hapus
  6. Bagian etika informasinya penting bagi semuanya kak. Termasuk pengguna medsos yang luar biasa banyaknya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Pengguna medsos ini luar biasa dan pengaruhnya juga cukup dahsyat untuk memviralkan sesuatu :D

      Hapus
  7. Siap, Kak Tuteh! Kudu ngumpulin dulu info-info dari berbagai sumber mana yang bener. Di WA nih yang sering terjadi, asal forward info padahal ada yang jelas hoax. Langkah yang saya ambil? Ngirimin info /sumber/link yang bener ke wa (grup) tersebut. Hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi betul, apalagi di WAG itu banyak banget! -_- sampai kadang mikir ini mereka mengirimkan ini sumbernya dari mana yaaa nggak jelas banget :D

      Hapus
  8. antisipasi berita hoax dengan lebih teliti memastikan darimana sumbernya.

    BalasHapus
  9. Materi yg susah bagi pemula. Hahahaa

    BalasHapus
  10. Pertama, saya terkejut saat sadar kalau nuansa blog ini berubah

    Kedua saya terkesan dengan tulisan ini

    Ketiga saya termotivasi dengan kalimat di akhir post

    Keempat saya merasa ikut belajar diwaktu yang sama bersama mbak tuteh saat materi ini disampaikan dengan membaca tulisan ini

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak