#PDL Laja dan Toleransi Yang Tinggi

Aksi ini sudah lama tidak saya lakukan hahahah.



#PDL adalah Pernah Dilakukan. Tulisan ringan tentang apa saja yang pernah saya lakukan selama ini, terutama tentang perjalanan ke tempat-tempat di Pulau Flores dan di luar Kota Ende. 

***

Tahun 2015, sekitar akhir Oktober atau awal November, saya dan Sampeth melanjutkan kerja (Kuli Kamera): Paroki Siaga. Awalnya proyek ini berjudul Desa Siaga, dikerjakan bersama videografer lain (Martozzo dan Kiki Albar), tapi kemudian berubah menjadi Paroki Siaga. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara Desa Siaga dengan Paroki Siaga. Keduanya sama-sama bercerita tentang kepedulian dan penanganan penduduk Desa Siaga dan Paroki Siaga pada ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi baru lahir. Jujur saja, kami mendapat pengalaman yang sangat luar biasa, bisa menyaksikan reka-ulang ketika penduduk desa harus menggotong ibu hamil yang hendak melahirkan menggunakan tandu sederhana yang terbuat dari bambu dan kursi plastik! Itu belum cukup, kawan, penduduk harus melewati jalan yang super duper sulit seperti naik turun bukit, menyeberangi sungai, dan melintasi kebun. Mendadak jadi ingin kembali ke Desa Liselewobora di Wolowaru sana, waktu syuting Desa Siaga dengan Kepala Desa Siaga yang kocak.

Kembali tentang Paroki Siaga. Maka hari itu, masih pukul 05.00 Wita, saya dan Sampeth berangkat ke arah Barat Pulau Flores, menuju Kabupaten Ngada, tepatnya di Laja. Karena bangunnya 'terpaksa' maka saya diserang kantuk super hebat. Tiba di Boawae, Kabupaten Nagekeo, kami memutuskan untuk tidur di teras masjid. Ini masjid langganan yang saya lupa namanya. Haha. Cukuplah tidur untuk melanjutkan perjalanan, Sampeth kembali ngegas sepeda motornya.

Tiba di Laja, kami harus bertemu Romo Sil Betu karena beliau lah yang terjun langsung dalam Paroki Siaga ini. Menunggu Romo Sil yang masih ada urusan di luar, maka kami menunggu saja. Kedatangan Romo Sil bak durian runtuh bagi kami karena langsung diajak makan siang. Aye aye aye! Suguhannya benar-benar menolong kami yang diserang lapar. Usai mengisi perut, yang ditambah dengan jus alpukat, kami pun menuju lokasi syuting.

Ceritanya, kami merekam kegiatan yang dilakukan oleh Paroki Siaga serta subyek yang siap untuk direkam yaitu sepasang suami-istri (muda). Si istri memang dalam kondisi hamil besar (kenyataannya memang sedang hamil). Jadi, Romo Sil akan melakukan kunjungan ke rumah mereka untuk berdo'a dan memberikan penguatan pada keluarga tersebut agar si ibu nanti melahirkan lancar tanpa kendala yang berarti. Karena scene yang kami rekam itu meloncat-loncat (beda hari tapi lokasi yang sama, atau beda lokasi tapi hari yang sama), kami juga meminta pada para pemeran untuk mengingat baju apa yang mereka pakai pada hari A, misalnya. Di rumah pasangan suami-istri ini kami juga merekam saat si istri mengeluh sakit dan diantar suaminya menuju Puskesmas.

Scene berikutnya, kami merekam kegiatan Katakese. Menurut Wikipedia Katakese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam iman, khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara sistemastis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (Cathechesi Tradendae 18). Katakese Paroki Siaga ini luar biasa karena melibatkan juga ibu-ibu Muslim. Si Ibu juga bisa berkontribusi memberikan pendapatnya dalam skala yang lebih universal. Kapan dan di mana lagi bisa lihat yang beginian? Saya baru melihatnya langsung di Laja! Sebuah tempat terpencil yang mungkin lewat dari pikiran kalian semua tapi justru menawarkan kehidupan yang penuh toleransi dan harmonis.  Mungkin kalian bertanya-tanya, kenapa ada ibu-ibu Muslimnya? Karena sasaran Paroki Siaga bukan hanya ibu-ibu Katolik, tapi semua ibu yang sedang hamil, melahirkan, serta bayi baru lahir! Orang Ende bilang "Kau lawan sudah!" Hehehe. Apa pun agamamu, kemanusiaan tidak bisa dibendung.

Saya pernah menulis tentang hal ini di Facebook, tapi tentu tidak selengkap pos ini. Hebatnya dan uniknya Paroki Siaga di Laja adalah:

1. Melibatkan juga kaum Muslim. Jadi Paroki Siaga ini tidak pandang agama. Siapapun Ibu Hamil yang hendak memeriksa dan melahirkan boleh mengambil dana solidaritas sebesar Rp 200.000. Hebat! Jadi ketika Katakese, ada juga yang Muslim turut hadir dan turut sumbang saran.

2. Ibu Hamil dari daerah manapun yang datang ke Laja kemudian tanpa diduga melahirkan di sana, boleh diberi sumbangan Rp 200.000 saat hendak melahirkan.

3. Adat Ngada, ketika tuan rumah menyediakan makanan wajib bagi kita untuk makan meskipun sedikit. Hmmmm saya dan Sampeth tidak pakai acara tunggu lagi. Kami berdua melahap habis nasi bambu serta lauk-pauk yang ada. Lagian Romo Sil tidak akan mengijinkan kami pulang jika belum makan. Luar biasa.


Baca poin nomor 2. Ibu hamil dari daerah mana pun yang datang ke Laja, kemudian tanpa diduga melahirkan di sana, boleh menerima sumbangan Rp 200.000. Can you imagine that? Perasaanku tu yooo adeeem buanget. Di mana lagi ada konsep semacam ini? Kemandirian warga, dengan dana solidaritasnya, dengan kesederhanaannya, menolong ibu hamil tanpa memandang agama, asal-usul, apalagi warna kulit. Andaikan setiap kelurahan di setiap kecamatan di Kabupaten Ende juga punya program seperti ini, rasanya terlalu mantap. Dana Solidaritas Ibu Melahirkan, setiap warga menyumbang sekian setiap bulannya, yang akan digunakan demi kelancaran administrasi dan kebutuhan ibu pra dan paska melahirkan.

Kami sangat berterimakasih pada Romo Sil Betu yang pandangan dan wawasannya sangat membangun jiwa. Coba itu yang jiwanya berkarat dan tetanus belajar dari Romo Sil dan anggota Paroki Siaga, hehe. Kami juga sangat berterimakasih pengurus Paroki Siaga dan KUB Anastasia yang begitu konsen pada penanganan ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi baru lahir. Kalian semua adalah PAHLAWAN KEMANUSIAAN dan PAHLAWAN TOLERANSI yang wajib diketahui oleh semua orang di dunia ini! Sayangnya video Paroki Siaga belum ada kelanjutannya sampai sekarang dari pengorder. Kabarnya bakal disebarkan ke berbagai negara juga belum jelas, hehe. Kita tunggu saja.

Pernah, saya pernah begitu ... merasakan sesuatu yang tidak terbeli oleh duit triliun Rupiah. Terima kasih Laja dan toleransi yang tinggi.


Cheers.

5 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. jadi aktifis sosial ya mbak? Apa kerja di stasiun tv kok syuting syuting? 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cuma hobby kulikamera saja hahahaha :D

      Hapus
    2. होबय न्य करें हीही

      Hapus
    3. waduh keybordnya kepencet india he..Hihi, keren hobinya mbak, syuting terus mau dong di syuting 😊😊

      Hapus
    4. Huwakkakakak itu bahasa Hindi? :D
      Boleh lah kapan-kapan disyuting hihihi ;)

      Hapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak