No Escape!



No Escape bikin Gone Girl terlihat macam bulu angsa saja!



Suatu malam usai meneguk teh pekat dari cangkir kebesaran yang ukurannya memang besar itu *duileeeeh* saya membongkar folder bertulis Jao Tei Fele (artinya: saya nonton film, dalam bahasa Suku Ende, dan semua folder di laptop saya menggunakan bahasa Suku Ende). Mata saya melakukan proses flash screening dimana fokusnya adalah judul film dengan ekor bertulis: (2015). Lantas mata saya menangkap ‘No Escape’. Film ini terletak bersebelahan dengan film lain yang berjudul ‘Mission Impossible: Rogue Nation’. Oke, satu per satu kita nontonnya.



‘No Escape’ diperankan oleh Owen Wilson (Jack Dwyer), Lake Bell (Annie – istrinya Jack), dua putri mereka Sterling Jerins (Lucy) dan Clarie Geare (Beeze), dan Pierce Brosnan (Hammond). Sekilas ‘No Escape’ terlihat seperti film laga/film aksi yang penuh adegan dor dor dor! Tapi dari nuansa teror sepanjang film ini saya boleh bilang … this is the real thriller. Nafas saya sampai sesak. John Erick Dowdle, yang juga menjadi sutradara, menulis naskah ‘No Escape’ bersama saudaranya Drew Dowdle. Duo kakak-beradik ini memang sengaja membuat sebuah thriller yang membuat penontonnya menahan nafas dan terkejut-kejut.



‘No Escape’ dimulai dengan pembunuhan Perdana Menteri oleh sekelompok laki-laki justru setelah pertemuan penting dengan perusahaan pengelola air dari Amerika yaitu Cardiff. 17 sebelumnya … berkisah tentang keluarga Dwyer yang pindah ke Thailand (setelah Jack kehilangan pekerjaannya di Austin). Di dalam pesawat mereka bertemu dengan Hammond, bahkan laki-laki yang diperankan oleh Brosnan itu menawarkan tumpangan ke Imperial Lotus (tempat Jack dan keluarganya menginap). Keanehan mulai terjadi saat mereka tiba di hotel. Pertama, tidak ada orang dari Cardiff (perusahaan tersebut mempekerjakan Jack) yang menyambut. Kedua, akses telepon tidak berfungsi dan saluran teve pada hilang. Mereka pikir, oh … inilah dunia ketiga itu.



Soal dunia ketiga, saya sempat protes hahaha. Saya bilang begini, “woe, kamu pikir kami di Indonesia nih macam begitu kah? Hotel di Ende saja lebih keren!” haha haha haha.



Keesokan hari, chaos besar pun terjadi. Karena menolak Cardiff, sekelompok massa melakukan kudeta. Bentrok dengan pihak kepolisian tidak bisa dihindari dan, tentu saja, kepolisian dan pemerintah kalah tanpa tedeng aling-aling. Dan Jack, yang pada hari itu meninggalkan keluarganya demi membeli koran semacam USA Today di areal pasar dan pertokoan TERJEBAK di dalam kekacauan besar tersebut. Dalam perjalanan kucing-kucingannya kembali ke hotel, Jack melihat seorang warga asing ditembak … sialnya … salah satu dari kelompok pemberontak melihat Jack.



Oke. Sudah bisa dibayangkan? Pemberontak menerobos Imperial Lotus, panik terjadi di mana-mana, histeris terdengar dari setiap sudut, darah muncrat tanpa batas, dan Jack dengan kesialan tingkat tinggi harus kembali lagi ke kolam renang untuk menjemput Lucy (anaknya) yang sedang berenang—meninggalkan Annie dan Beeze. Wah, ini bikin jantung deg-deg-dor. Bagaimana tidak? Ketika nyaris kepalanya dibelah pakai golok, datanglah Hammond menyelamatkan Jack dan Lucy lantas berteriak, “naik ke atap! Naik ke atap!”.



Bersama Annie dan dua anaknya, Jack tiba di atap. Apakah mereka sudah aman di atap? Tidak. Datanglah sebuah helikopter bersama amunisi penuh, MENEMBAK mati semua orang yang berusaha menyelamatkan diri di atap. Merasa belum cukup, pintu atap dijebol dan pemberontak bersenjata menembak lagi semua orang meskipun si korban sudah dalam keadaan sangat tidak berdaya. Jack tidak tahu tidak ada peluang untuk hidup namun ketika melihat atap gedung sebelah, harapannya muncul. Keluarga Dwyer meloncat ke atap gedung sebelah dimana dua anaknya dilempar oleh Jack dan ditangkap oleh Annie—sementara itu di belakang Jack terdengar suara tembakan dor dor dor.



Haha.



Aduh, nafas saya sesak nih menulis postingan kali ini.

Pada akhirnya, saya persingkat ya, keluarga Dwyer selamat di Vietnam. Waktu nonton saya bilang, “Kamu lawan sudah Orang Vietnam … tentara Amerika saja mereka tidak gentar mau kamu lagi pemberontak!” haha haha haha. Itulah komentar paling aneeeeh :D

Itulah sebabnya saya menulis ‘Gone Girl’ yang disebut bukan sekadar thriller biasa menjadi semacam bulu angsa di mata saya usai saya menonton ‘No Escape’. Dan racun film ini pun saya tularkan pada Sampeth. Kalian tahu lah Sampeth, awalnya dia pasti berkomentar, “film apa eee … buruk sekali …” dan pada akhirnya dia ternganga, menoleh pada saya, lantas cengengesan tidak jelas. Haha.


Moral of the storynya … banyak. Salah satunya adalah ketika sumber daya kita dikelola oleh pihak lain dan merugikan masyarakat, jangan kaget jika terjadi kudeta.


Wassalam.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak