Membaca dan Pilihan Bacaan


Saat hunting Ryan Gosling buku di Gramedia Maumere.

Saya suka membaca. Anda juga? Baik sekali saat kita punya kebiasaan membaca. Membaca, jenis buku apa pun, memberi kita informasi tambahan dari informasi yang kita peroleh di bangku sekolah. Sejak masih TK (karena saya sudah bisa membaca bahkan sebelum TK) hingga saat ini saya membaca buku-buku yang dicetak. Sekali dua membaca e-book. Sebenarnya saya ingin seperti Pak Jaf, membaca menggunakan gadget dengan aplikasi tertentu. Tetapi karena gagdet tercanggih saya sekarang ini hanyalah BB yang layarnya kecil-mungil-penyebab-mata-keram jadi saya putuskan untuk tetap membaca buku yang dicetak.

Dulu saya suka melahap semua jenis buku apalagi novel. Maksud saya dengan novel adalah novel bergenre apa pun; teenlit, chicklit, epic, dan lain-lain. Tetapi sekarang saya mulai pilih-pilih ketika dihadapkan dengan setumpuk novel. Novel mana yang mau saya baca? Apakah saya membaca yang ini, atau yang itu?

Kenapa terjadi pergeseran seperti ini?

Saya berpikir tentang hasrat. Ketika membaca novel tema cinta yang mana saya sendiri juga sering menulis cerita tema cinta, hasrat untuk meneruskan ke lembar-lembar berikutnya mulai surut. Seperti kurang tantangan. Padahal, ketika orang membaca tulisan saya, mereka bisa saja bilang, "tulisan macam apa ini? Cerita seperti ini? Please deh!" hehehe. Tetapi ya itu tadi, kemampuan saya menulis seperti itu dan saya butuh bacaan di atas kemampuan menulis saya yang kaki lima ini. Aneh memang! Tetapi begitulah saya.

Dulu, setiap kali berkesempatan pergi ke toko buku, saya akan membeli buku dengan cover paling menarik bertema cinta. Tetapi sekarang beda. Saya akan berkeliling dulu, membaca sinopsis, meletakkan, mencari lagi, sampai saya menemukan buku yang memancing hasrat saya untuk membacanya. Biasanya sekarang setiap kali ke toko buku saya mencari dulu buku-buku yang telah saya catat sebelumnya *karena penasaran dengan review orang-orang*. Kalau tidak, saya akan membeli buku penulis luar yang beberapa bukunya sudah ada di lemari. Dan untuk itu saya butuh menabung juga karena harganya memang mahal hahahaha. Tapi sebanding lah antara menahan hasrat membeli cemilan dengan menabung demi buku-buku yang menurut saya patut dimiliki.

Pengalaman terburuk saya dalam dunia membaca adalah membaca karya Freddy S. seorang penulis muda yang memenangkan sayembara oleh merek cemilan. Itu buruk, teman. Di dalam cerita itu, seorang kakak yang idiot menyumbangkan berliter-liter darah untuk adiknya yang sekarat di rumah sakit. Buruk sekali karena penulis muda tersebut tidak melakukan riset. Sesungguhnya manusia tak boleh menyumbangkan darahnya lebih dari 2 kantong (2 kantong pun itu setelah si manusia dinyatakan boleh mendonor lagi oleh dokter!) dalam kurun waktu 3 bulan. Kenapa si kakak yang idiot ini diperbolehkan mendonorkan berkantung-kantung darah yang mengakibatkan si kakak idiot ini kemudian meninggal? Tidak kah editor juga mempertimbangkan hal ini?

Begini teman, berdasarkan pengalaman menulis saya yang kaki lima ini, menulis novel memang menulis tentang khayalan si penulis. Tetapi novel yang mengikutsertakan perkara-perkara krusial seperti donor darah, nama tempat, tarian daerah, tentang penyakit tertentu (seperti Aids dan HIV) itu tidak bisa seasal-asalnya penulis. Butuh riset juga. Tidak mungkin kan saya menulis : Danau Kelimutu itu terletak di Pulau Sumatera? Tapi mungkin saja saya menulis : di Kota Ende ada restoran bernama Familys meskipun di kota kami tidak ada restoran tersebut. Tidak mungkin kan saya menulis : merangkul orang dengan HIV akan membuat kamu tertular virus itu! Tapi mungkin saja saya menulis : keluarga Zulkarnain tinggal di Kompleks Perumahan Negara, arah selatan Kota Ende.

Lebih baik menulis cerita yang benar-benar khayalan, misalnya cerita-cerita seperti X-Files, Star War, atau Transformers. Xixixixi.

Kembali pada dunia membaca. Dua buku terakhir yang saya baca berjudul 'Amba' dan 'Wanita'. 'Amba' karya Laksmi Pamuntjak. 'Wanita' karya Paul I. Wellman (sedang membacanya). Sementara itu di samping bantal masih ada dua buku pinjaman milik Pak Yan, atasan saya di kantor. Judulnya : 'Matinya Sasando' sebuah kumpulan cerpen karya Sastrawan NTT, dan 'Senja di Kota Kupang' sebuah kumpulan puisi karya Sastrawan NTT. Nama besar para Sastrawan NTT ini memang sebanding dengan tulisan mereka yang wow, luar biasa. Saya berjanji akan membaca keduanya hingga tuntas karena baru beberapa cerpen dan puisi saja yang saya 'intip'. Harus selesaikan dulu 'Wanita'.

Semua tulisan di sini adalah pendapat saya pribadi. Jika Anda tidak setuju, tidak apa-apa dan janganlah saya (yang hanya menulis a la kaki lima) dicaci-maki. Hahahaha.


Wassalam.

3 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. ah sama kakak, beta ju sekarang mau baca pilih2 buku wkwkwkw. eh tapi ini postingan kasi beta ide bagus ju untuk postingan baru :D

    BalasHapus
  2. ngemeng-ngemeng, Labirin Rasa ada di Gramedia juga loh :)

    BalasHapus
  3. Aku pernah baca buku yang menurutku ancur seancur-ancurnya. Antiklimaks aja abis baca buku itu... dan menyesal karena: sudah beli bukunya dan dibaca :))

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak