Jadi Sutradara? TIDAK MUDAH!


Suasana Workshop #linimassa3 Hari ke-2


Seperti judul postingan ini; jadi sutradara? TIDAK MUDAH! Kesimpulan ini saya temukan setelah mengikuti workshop #linimassa3 di mabes Internetsehat di bilangan Tebet Barat, Jakarta Selatan. Seperti yang sudah teman-teman ketahui bahwa saya, bersama empat teman lainnya, lolos menjadi salah satu dari lima sutradara terpilih untuk pembuatan film dokumenter #linimassa3. Untuk itu kami wajib mengikuti pelatihan atau pembekalan di Jakarta. Langsung di kantor Internetsehat.

Sudah dua hari kami mengikuti workshop #linimassa3 (Selasa, 4 Juni 2013 dan Rabu, 5 Juni 2013) dengan pemateri Mas Dhandy Laksono dari WatchDoc (itu loh yang film-film dokumenternya langganan nongol di Kompas TV). Dari dua hari ini saya sadari bahwa untuk menjadi seorang sutradara sekaligus tukang syuting tidak semudah menjadi seorang fotografer. Selain feel, kita juga mesti menguasai teknik yang jauh lebih sulit dari sekadar menghasilkan tampilan gambar tidak bergerak. Itu baru proses syuting! Belum edit-nya.

Mas Dhandy, dengan segenap kesabarannya, mesti menghadapi saya (karena rata-rata para peserta lainnya sudah sangat berpengalaman dalam bidang sinematografi) yang katrok ini. Setelah pada Selasa mendapat bekal ilmu dari Mas Dhandy, pada hari Rabu subuh kami diwajibkan mengejar potret kehidupan Jakarta. Ya, pukul 04.00 subuh saya sudah bangun dan bersiap-siap. Pukul 04.45 saya sudah tiba di jalan, di depan Pasar Tebet Barat yang masih SEPI. Apa yang saya lakukan di tempat itu pagi-pagi buta? Menangkap momen, sesuai bekal ilmu yang saya terima. Insha Allah bisa. Perasaan saya sulit digambarkan. Mau menangis kok rasa diri sudah bangke. Hahaha.

Menangkap kehidupan Jakarta pada pagi hari memang banyak yang bisa kita 'sikat' tetapi tentu, seperti kata Mas Dhandy, harus berstruktur; harus ada ceritanya; harus mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam dunia sinematografi sehingga mempermudah urusan editing dan finishing nantinya. Bagaimana kita kudu mengatur panning, tilt, track, zoom in dan out, dan lain-lain teknik termasuk angle. Wah, inilah ilmu yang sehari saya dapatkan dan besoknya kudu dipraktekkan di lapangan. Dan kalian tahu, teman? Itu sangatlah sulit! Tidak semudah merekam video pernikahan saudara sepupu atau ulangtahun keponakan atau pengungsi Rokatenda di kamp-kamp mereka.

Karena kurang mendengar keputusan final soal keberangkatan menuju lapangan pengambilan obyek video contoh, saya malah berangkat sendiri ke jalanan hahaha. Lantas Mbak Manda mencari-cari dan ketemu deh. Oke, jadi kami akan diantar ke titik-titik OK untuk merekam gambar dan mencari cerita sendiri yang bisa diangkat. Kisah kencan saya bersama pemilik warung kopi pun terpangkas. Cerita video yang akan kami rekam yah paling tidak musti kuat dan mampu memberikan kesan tertentu kepada penonton karena ini film dokumenter *ehem*. Saya, sejak malam sebelumnya, memang pengen membuat feature tentang PETUGAS KEBERSIHAN di Jakarta. Makanya yang saya kejar memang petugas kebersihan. Kebetulan dari start point di Tugu Pancoran ada seorang ibu petugas kebersihan. Usai mengambil gambar lalu lintas dan tugu tersebut akhirnya saya menyeberang jalan menemui petugas kebersihan dan memulai sesi wawancara.

Tahukah kalian, teman? Ternyata mengangkat kehidupan petugas kebersihan itu bikin perasaan sendu. Betapa tidak? Si ibu ini gajinya cuma 23rb per hari dengan tugas berat sejak pukul 06.00 pagi hingga 12.00 siang. Tugasnya juga berat; pernah nyaris ketabrak kendaraan. Terus si Ibu ini pernah dihajar sama orang 'setress'; orang kayak yang turun mobil terus tiba-tiba menghajar tiga perempuan petugas kebersihan. Salah seorang teman si Ibu pahanya dirusak pakai obeng dan si Ibu ini sendiri dihajar hingga terjerembab di atas aspal. Nasib seperti itu mana dia tahu akan ditemui ketika pertama kali langkahnya meninggalkan rumah? Tragis ya. Tapi dia tetap bekerja karena dari situ lah dia dapat makan!

Video hasil rekaman kami tadi pagi itu akhirnya malamnya dibahas bersama Mas Dhandy. Wah video rekaman Bang Jafar dan Kakak Yayan begitu kerennya. Hihihi. Video saya hancur tetapi yah untungnya biar pun hancur masih ada strukturnya meski dikit. Bodohnya saya berani main zoom tetapi lupa sama teknik cut-to-cut. Wah besok saya akan berusaha memperbaikinya! HARUS! Saya percaya bisa membuat video yang baik dengan teknik cut-to-cut yang nantinya akan diselingi dengan cutaway. Nah ... saya sendiri saja belum hafal semua istilah-istilah yang diajarkan oleh Mas Dhandy Laksono; expert di dunia dokumenter. Ini adalah ilmu yang jauh berbeda saya temui. Bagi teman-teman yang merasa sudah jago bikin video pernikahan dan lain-lain, jangan dulu merasa jago deh ... ada ilmu-ilmu keren yang pantas dipelajari untuk menaikkan mutu.

Oia, saya juga mau cerita soal jalan-jalan ke Kota Tua, diajak Mbak Manda hahaha. Termasuk juga mengikuti Mbak Manda kerja; pergi mewawancarai anaknya Daud Beureuh, pahlawan dari Aceh. Ini pengalaman yang wow sekali deh pokoknya. Pokoknya soal Kota Tua dan Passer Kuningan (Pasfes) akan ada di lain postingan (tersendiri).

Well ... menjadi sutradara memang tidak mudah, teman. Itu nyata telah saya buktikan. Buktinya di Kota Tua saya malah asyik foto-foto saja hahaha bukan merekam gambar. Saya harapkan ilmu-ilmu yang saya dapatkan di Jakarta ini dapat saya sebarkan/share ke teman-teman di Ende, tak hanya teman-teman Flobamora Community (Komunitas Blogger NTT). Karena ilmu adalah milik semua orang. Demikian kata Kk Beby-Be member Blogfam. 

Dan belajar itu tak kenal usia.


Wassalam.

1 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak