Terima Kasih Om Lamber, Ma Teny & Jein



Dalam hidup kita sering melupakan detail. Warna tali yang digunakan pembunuh untuk mencekik leher korbannya, atau, merek sepatu yang dipakai seorang perempuan karena mata semua lelaki tertuju pada wajahnya yang cantik atau dadanya yang sempurna. Ah ... mari kita bicarakan hal yang lebih mudah dipahami; orang yang menolong di saat kita sangat membutuhkan bantuan.

Om Lamber, saya mengenalnya sebagai suami dari Kakak sepupu saya bernama Teny Bata. Kemudian setelah Kak Teny menikah dengan Om Lamber saya memanggilnya Ma Teny. Mereka adalah pasangan yang ideal; bertemu saat kuliah, menikah ketika mulai mapan, bekerja di Sumbawa dan kemudian memilih untuk pulang ke tanah kelahiran. Keduanya menjadi guru di Sokoria. Kemudian Ma Teny memilih untuk menjadi pedagang warung kelontong dan berjualan pulsa HP serta pulsa listrik. Usaha mereka berjalan mulus sementara Om Lamber sukses menjadi guru di Sokoria.

Sokoria, daerah yang harus saya dan teman-teman Flobamora Community lewati ketika kami hendak pergi ke kamp pengungsi korban erupsi Gunung Rokatenda. 9 kali kami ke kamp pengungsi, tak setiap kali pula kami mampir di Sokoria, di rumah Ma Teny. Tetapi akhir-akhir ini kami jadi sering merepotkan mereka. Ya, mengingat kondisi fund komunitas yang terbatas dan swadaya, kami harus akal-akalan bagaimana caranya semua rewalan dapat makan dengan baik setelah/sesudah (tergantung jam keberangkatan) mengantar bantuan.

Ma Teny, saya tidak akan pernah melupakan jasa-jasanya; menyiapkan kopi, tergopoh-gopoh mengeluarkan minuman dingin dari kulkas, menawarkan roti dan kue, mengirimkan SMS meminta saya untuk mampir sekadar menikmati jagung muda rebus, dan juga menyiapkan makanan untuk kami. Kami! Ya Tuhan, betapa tulus dan mulia hati kakak sepupu saya itu.

Ma Teny, Om Lamber, adek Jein, terima kasih ya selama ini sudah kami repotkan dan selalu bilang, "harus mampir kalau ke kamp pengungsi lagi." kalian, tanpa kalian sadari, adalah mata rantai dari penyaluran bantuan untuk pengungsi korban erupsi Gunung Rokatenda ini. Kalian begitu berjasa dan melakukan sesuatu dengan cara kalian sendiri. Love it.

Terima kasih adalah kalimat terbaik yang saya milik saat ini untuk kalian sekeluarga. Untuk keluarga Bata, dari pihak Mamatua, yang selalu bilang, "heh! Apa tuh omong terima kasih! Kita kaka ade! Tir pake terima kasih segala!"

Ya Allah ... saya bahagia dalam perbedaan agama kami. Saya bahagia bersama keluarga-keluarga saya. Semuanya.

Wassalam.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak