#KakiKereta: Pematang Sawah di Detusoko

Photo by Dadiv Mossar. Di Detusoko.


Sudah sering saya melihat David Mossar, fotografer Ende, memosting foto-foto perjalanannya ke Kecamatan Detusoko. Kecamatan Detusoko yang terletak sekitar 30-an kilometer dari pusat Kota Ende memang menawarkan pemandangan menakjubkan dan bikin ngiler. Bikin penumpang mobil travel teriak-teriak, "Om sopir eee, bisa kah kita foto dulu di sini!?" Sebagai masyarakat Kabupaten Ende, tentunya saya sendiri sudah sering melintasi Kecamatan Detusoko untuk sekadar lewat, atau untuk beristirahat setelah perjalanan panjang dari luar kampung halaman, atau untuk menikmati sepiring nasi ayam di warung yang saya lupa namanya tapi ayam bumbunya menyengat lidah! Hehe. Warung ini terletak tepat di depan Terminal (bus) Detusoko.

Kamis, 12.1.2017, saya dan David pergi ke Kecamatan Detusoko. Awalnya sih hanya iseng saling komentar (menyambar status David soal perjalanan ke Detusoko), eh keterusan kami janjian untuk pergi ke sana. Sekitar pukul 13.00 David menjemput saya berbekal backpack kameranya. Maka, terpaksa Xeon milik David harus memuat saya yang bobotnya lumayan bikin ban dalem menangis sedih. Oke, kita berangkat!

Memasuki wilayah Kecamatan Detusoko, mata kita langsung menyaksikan hamparan petak-petak sawah. Kebetulan musim panen sudah selesai, dan proses pembajakan pesawat terbang sawah sudah selesai, maka yang kami temukan adalah para petani yang sedang sibuk menanam padi di lahan mereka. Dari ketinggian (badan jalan) dan melihat ke arah pematang sawah, mulut saya ngilernya minta ampun pengen motret. Tapi sayang, gadget andalan saya, si Lenovo itu, sudah rusak parah alias Wassalam. Jadi, terpaksa saya hanya bisa memotret menggunakan SG Tab 3 yang kualitas gambarnya buram bin bahrun :p Untunglah dua kamera DSLR David menyelamatkan keadaan *halaaaah* hahaha. Foto-fotolah kita ... sempat juga mencegat *kayak preman mencegat ibu-ibu pulang pasar* seorang Mama yang baru pulang dari sawah dengan tubuh berlumpur.

"Mama! Foto, yuk!" ajak saya.

"Jangan ... saya raki, kamu bersih." balas si Mama. Raki itu bahasa Suku Lio yang berarti kotor.

Ah, si Mama ... jangan kuatir. Lebih kotor yang terlihat mata, ketimbang kotor yang tidak terlihat.

Berhasil merayu si Mama, David pun mulai pencet shutter-nya. Berusaha meminta Mama tertawa, tapi nampaknya agak sulit. Hahaha. Tapi ketika akhirnya si Mama say good bye sama kita, dia tertawa lepas, dan syukurnya David tak kehilangan momen berharga itu.

Melanjutkan perjalanan dalam kondisi rintik-rintik yang disusul dengan hujan, kami acuh saja. Perjalanan kami kemarin, ber-#KakiKereta, diteruskan hingga ke pusat Kecamatan Detusoko (di terminalnya). Tapi sebelum memasuki pusat kecamatan, kami foto-foto lagi pematang sawah yang luar biasa kece! Untungnya hujan sudah reda sehingga tidak masalah jika kamera-kamera dikeluarkan dari sarangnya. Puas foto-foto, tujuan kami berikutnya adalah makan siang. Karena saya sudah makan, David makan sendirilah :)

Sebenarnya perjalanan kami masih akan diteruskan ke Ekoleta, wilayah pusat penghasil beras juga, tapi sayang hujan dari arah timur sangat deras sehingga kami harus balik arah kembali ke Ende. Sepanjang perjalanan ke Ende kami mengobrol tentang banyak hal ... salah satunya yang paling kencang diperbincangkan saat ini di Ende yaitu ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). David berjanji akan mengantar saya ke lokasi beberapa ODGJ searah jalan pulang ke Ende. Oia, dalam perjalanan pulang ini kami masih mampir lagi di salah satu spot pematang sawah dan foto-foto di sana ... pantulan langit dan awan di pematang sawah yang masih baru akan ditanami padi tersebut luar biasa mempesona!

Oke, mari pulang ke Ende!

Setiba di Ende, masih di wilayah Roworeke, kami mampir di rumah dua ODGJ yaitu Om Noel dan Om Wangga. Om Noel adalah ODGJ yang dipasung dan dikurung di dalam sebuah bilik kecil, bilik ini berbentuk panggung. Saat kami datang dia sedang tiduran tanpa baju. David memintanya memakai sarung, barulah saya boleh menengok ke dalam biliknya lewat sebuah jendela super mini. Ah Om Noel, perasaan saya teriris melihatmu.
Dari Om Noel, kami menuju rumah Om Wangga yang letaknya berdekatan. Om Wangga lebih miris lagi, dia dipasung di luar rumah, kaki sebelang di atas pasungan, kaki sebelah di tanah ... kalau mau tidur atau duduk dia tinggal nak ke atas bale-bale kecil yang disiapkan oleh pihak keluarga. Om Wangge menyambut kami dengan tertawa-tawa dan berkali-kali bilang, "Ini saya sementara sadar ni!" Aduh, Amaaaaak ... harus bagaimana saya ini? Saya pusing melihatnya ... pusing memikirkan bagaimana kalau dia mau makan dan minum, bagaimana kalau hujan, bagaimana kalau dia ingin ke kamar mandi, bagaimana ... bagaimana ... bagaimana!?

Mereka berdua, Om Noel dan Om Wangga, sama-sama dipasung karena pada kondisi tertentu sering mengamuk tak sadarkan diri dan membahayakan orang-orang di sekitarnya. Malamnya, timeline mulai ramai, dan bersama pentolan KKI Ende yaitu Pater Aven, kita berencana untuk pergi mengunjungi para ODGJ sambil menginisiasi kegiatan selanjutnya yang mana kegiatan tersebut dapat menolong para ODGJ. Kita bisa kampanye di media sosial, bikin buku yang keuntungannya untuk para ODGJ, atau melakukan hal-hal lainnya.

Selalu ada hikmah dibalik setiap #KakiKereta :D

Semoga semangat ini tetap membara.
Tetap bahagia yaaa semuanya :*


Cheers.  

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak