Tour De Flores

Picture taken from HERE.



Siang itu (Jum'at) saya terburu-buru pulang ke rumah untuk lanjut bermain game padahal ada setitik keinginan untuk berhenti (dari si Oim Hitup), berdiri di pinggir jalan dan berdesakkan dengan masyarakat Kota Ende, menanti satu per satu peserta Tour De Flores (TDF) melintas. Saya terpengaruh oleh iming-iming kalimat: akan menjadi event tahunan di Flores. Artinya tahun depan saya dapat menontonnya *pasang muka polos tak bermakna*. Memang sangat menjengkelkan ketika kalian tahu pun bahwa saya tidak menonton gelaran gala dinner (yang merupakan rangkaian dari kegiatan TDF ini) di Lapangan Pancasila yang diisi dengan bermacam aksi budaya Ende tercinta. Maklum, saya sudah punya janji kencan dengan dua sahabat Etchon dan Sony. Malam itu saya, Etchon, dan Sony berkumpul di ruang tamu Pohon Tua, cerita-ceriti, tertawa-tawa, dan saling ngecap. Oh tak lupa cemilan-cepuluh-cebelas menemani kebahagiaan kami *tsah*

Dari website TDF saya membaca kalimat berikut ini:

TOUR DE FLORES (TDF) Akan menjadi event tahunan pariwisata di Flores yang menghadirkan kegiatan balap sepeda jalan raya bertaraf internasional (di bawah regulasi Union Cycliste Internationale) sebagai salah satu sarana untuk mengangkat pariwisata Flores ke pentas Dunia.

Bagi saya, kutipan dari website TDF tersebut boleh direvisi menjadi:

TOUR DE FLORES (TDF) Akan menjadi event tahunan pariwisata di Flores yang menghadirkan kegiatan balap sepeda jalan raya bertaraf internasional (di bawah regulasi Union Cycliste Internationale) sebagai salah satu sarana untuk LEBIH mengangkat pariwisata Flores ke pentas Dunia.
Karena, TDF bukanlah ajang yang menjadi pionir dalam hal mengangkat pariwisata Pulau Flores ke pentas dunia. Jaman kekinian, ketik saja kata "Flores" di Google, Wikipedia, atau Lonely Planet, maka informasi instan tentang pulau yang juga disebut Nusa Nipa (Pulau Ular) ini tersedia begitu banyaknya. Logikanya, jika mengangkat pariwisata Pulau Flores ke pentas dunia baru dilakukan (untuk pertama kali) oleh TDF, maka belum tentu Pulau Flores dibanjiri wisatawan mancanegara (sejak jaman baheula). Sebagai orang awam, pemahaman saya akan kalimat mengangkat pariwisata Flores ke pentas dunia ya seperti itu. Saya sedikit tersentil pula dengan komentar (di FB) adik saya soal status TDF ini: dunia memang sudah tahu soal Flores, Kak, tapi Orang Indonesia sendiri ada yang tidak tahu Flores!

I-ro-ni.
Memang.
Seperti kata pepatah: gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan kelihatan (ya meskipun kita tahu bahwa kalau sampai gajah beneran ada di pelupuk mata, riwayat kita pasti tamat :p), 

Okeh, kembali ke TDF. Yess, ajang ini memang akan LEBIH mengangkat pariwisata Flores ke  pentas dunia. Di luar dari gonjang-ganjing soal dana (Rp 1,2M oleh masing-masing kabupaten) persiapan dan penyambutan TDF ini (oh, ada banyak sekali pro-kontra perihal dana yang bikin kepala saya pusing usai membacanya), saya pikir ajang ini memang memberi keuntungan lebih kepada Pulau Flores. We are not talking about Ende, Labuan Bajo or Adonara Island ... we are not talking about Semana Santa, Anabhara Beach, or Kanawa Island ... we are talking about Flores! Ada banyak keuntungan ...

Pertama.
Tingkat pembelanjaan yang meningkat. Apakah wisatawan mancanegara akan berfoya-foya pada hari H? Kalian kan tahu, kita ... kalau sedang pegi-pegi buat nonton acara begituan ... pasti belanja Aqua, permen-permen, biskuit, es centong :p haha. Ehem. Jadi, bukan wisatawan mancanegara melainkan masyarakat Pulau Flores itu sendiri yang pada hari H mengalami peningkatan pembelanjaan. Yang biasanya Rp 1.000 menjadi Rp 10.000 karena segelas Aqua saja tidak cukup (berdiri berdesakan di bawah sengatan sinar matahari setidaknya butuh dua botol Aqua ukuran sedang, kalau bisa yang super dingin).
Selain itu, dengan adanya persiapan ini-itu, tentu akan memberi keuntungan kepada penyedia jasa (pihak swasta) lainnya yang dibutuhkan oleh pemda seperti jasa penyewaan tenda, jasa penyewaan kursi, jasa kuliner, jasa olah tari, jasa fotografi, jasa videografi, jasa air bersih (buat siram-siram Lapangan Pancasila), dan lain-lain.Kalau jasa penonton tidak diperlukan karena pada umumnya hiburan merupakan sesuatu yang langka di kota kami.

Kedua.
Pulau Flores akan menjadi destinasi para groufie. Omaigat, menulis ini saja saya sudah gemetaran. Maaf kalau ada yang tersinggung sama tulisan ini tapi groufie memang sudah menjadi fenomena horor di Indonesia. Groufie lah yang telah menghancurkan taman bunga Amarrilys di Jogja (sebenarnya lebih tepat selfiers namun karena habis satu, yang satu foto, habis itu yang lain foto, ya sama saja dengan ulah groufie), groufie lah yang telah merobohkan Jembatan Layang di Aceh, groufie pula yang telah merusak taman Light Festival of Kaliurang di Jogja. Okeh, memang tidak semua groufie tergolong kaki-tangannya Rhamses, tapi groufie penghancur ini selalu ada di mana-mana ... karena mereka merupakan anak dari pasangan: narsisisme dan Rhamses. 
Saya agak-agak kuatir jika groufie tipe ini tetiba datang ke Danau Kelimutu :p

Ketiga.
Pemberitaan yang dahsyat tentang TDF akan berdampak pada satu kalimat singkat: I WANNA GO THEREEEEEE! Dunia memang sudah tahu soal Pulau Flores. Banyak traveler tipe backpacker yang rela memikul carrier puluhan kilo untuk berkeliling Pulau Flores dan menikmati keindahan alamnya. Lebih banyak lagi penduduk dunia yang menyimpan rapi-rapi niat untuk datang ke Pulau Flores karena masih terikat pekerjaan yang belum tuntas (atau alasan lainnya) ... dengan pemberitaan yang jor-joran, niat yang tersimpan rapi itu memberontak dan tiket menuju Indonesia pun tergenggam.
Ah, gile ini bahasa saya komik banget :P

Keempat.
Penjual kacang tanah-kulit. Setiap kali ada perhelatan yang digelar di Lapangan Pancasila (atau sampai sekarang masih saja saya menyebutnya Perse) saya selalu teringat kepada para ine/mama penjual kacang tanah sekumpul seribu Rupiah. Dengan adanya perhelatan di Lapangan Pancasila maka akan memberi keuntungan kepada penjual kacang tanah-kulit (yang digoreng menggunakan pasir di atas tungku). Seperti apapun impian kita untuk makan pizza atau burger, tetap saja ketika kacang tanah-kulit ada di depan mata ... sikat!
Haha.
Keuntungan yang keempat ini hanyalah intermezo, kawan. Jangan terlalu serius membacanya.

Semoga tahun depan saya dapat menyaksikan TDF 2017 ...

Berita-berita soal TDF 2016 dapat dilihat di ...


Antaranews.

Republika.
Okezone.
BeritaSatu.

Cheers!


5 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. Kak Ende itu dimana? *minta dikeplak* ;((

    Kalau ada event meriah begini, lonjakan harga tiket meningkat, inilah alasan saya belum kesana sampai saat ini, ternyata mahal yah...

    BalasHapus
  2. Iyah Kk Ilham ... Tiket masih menjadi kendala terbesar untuk kita mengeksplor negeri cantik ini. Semakin ke timur, semakin mahal. Pemerataan memang belum sepenuhnya terjadi :D

    Btw banyak bersabar, siapa tahu kita bisa reunian di Makassar :D

    BalasHapus
  3. hahaha ..kalau groufie di danau kelimutu na iwa groufie yg ada malah groudead.mantap mentong flores

    BalasHapus
  4. Irwan: ahahah itu sudah... mereka groudead memang ke dalam danau :p tinggal pilih mau danau yang a b atau c wkwkwkw :D

    BalasHapus
  5. manusia tipe ini kalau jatuh di danau kelimutu berarti wasalam heheh. Tidak mendoakan ya, hanya mengingatkan namun dengan cara dan gaya yang agak berbeda hehehe

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak