Macet & Mengalah

Gambar diambil dari Google

Hola, masih dalam rangka #PerangPostinganBlog yang ikhlas *ngikik* saya mau bercerita tentang perjalanan yang sudah sering saya lakukan. Ya, perjalanan dari Kota Ende menuju Kecamatan Maurole. Sabtu, 21 September 2013 saya dan SKJ mengantar Ika dan Pras pergi ke Pantai Enabhara by request. Meskipun sudah sering ke sana tetapi setiap diajak ke sana saya tetap mau soalnya sekalian mengecek para pengungsi #Rokatenda tercinta. Cieeee hueuehue. Entahlah, rasanya mereka sudah saya anggap saudara sendiri.

Karena masih menunggu SKJ yang harus menyelesaikan pekerjaan kantor, akhirnya kami berangkat ke Pantai Enabhara pukul 12.30 WITA. Oke, itu sudah sangat siang. Artinya kami harus memacu kendaraan lebih cepat lagi *elus-elus Oip Hitup* Alhamdulillah jalanan yang sedang diperbaiki di KM 15 - 17 sedang dibuka soalnya jam makan siang. Yuhuuuu tak perlu menunggu eksavator itu bekerja hingga 1 jam lamanya mengantri huehuehue.

Memacu Oim Hitup dengan kecepatan 60km/jam hingga 80km/jam kami menempuh jarak 85 kilometer selama nyaris 2 jam. Tiba di puncak menuju Jitabewa saya menawarkan Ika untuk memotret. Awalnya ditolak tetapi begitu melihat keindahan pantainya, Ika setuju! Hihihi. Pras juga turun dari boncengan SKJ. Mereka lantas mengabadikan panorama *tsah bahasa saya* yang indah itu. Saya dan SKJ memilih untuk duduk mengaso di rerumputan kering *gleg* Jangan bergosip, kami hanya duduk-duduk saja kok.

Dari puncak dengan view menawan itu; gradasi air laut antara biru tua, biru, dan hijau tosca (karena pasir putih), kami meluncur ke Desa Mausambi. Saya berpesan pada Mama Muna untuk menyiapkan kopi soalnya mata saya sudah tak tahan lagi ngantuknya. Lalu kami melanjutkan perjalan ke Pantai Enabhara. Wah, tiba di sana masih terlihat sisa-sisat penjajahan waktu kemah minggu kemarin xixixixi. Puas foto-foto kami memutuskan untuk pulang. Mampir dulu di warung Padang langganan membeli nasi dan ... ya ampun lauk-pauknya habis! Hahaha. Kami membeli nasi dan telur rebus + sambal, dibungkus untuk dimakan di kamp tempatnya Mama Muna saja.

Makan siang di bawah pohon asam (yang juga langganan hahaha setiap kali ke Desa Mausambi), sambil bercerita dan ngopi-ngopi untuk menghilangkan kantuk. Sekitar pukul 16.00 kami meluncur ke Ende. Terima kasih Mama Muna yang sudah mau kami repotkan *selalu* hahaha.

Kami kembali menempuh 85 kilometer menuju Kota Ende. Harus cepat-cepat karena pukul 21.00 Ika dan Pras harus sudah di Pelabuhan Ippi. Mereka kan harus ke Kupang. Tiba di KM 17 semakin banyak kendaraan menuju Ende yang kami temui/berbarengan. Tetapi tiba di KM 16 sesuatu terjadi. Inilah yang mengacu pada judul postingan kali ini. 

MACET! TOTAL!

Pengerjaan dan pelebaran jalan di daerah itu telah usai pukul 17.00 dan semua pekerja pulang. Tidak ada lagi yang mengatur lalu-lalang kendaraan dan parahnya pada salah satu tikungan sempit (sebelahnya tebing yang dipenuhi tumpukan reruntuhan batu, sebelahnya lagi jurang dalam), tikungan yang sangat sempit dan berbahaya, dua mobil berpapasan. Keduanya stuck. Sama-sama maju? TIDAK AKAN BISA BILA SALAH SATU TIDAK TERLEMPAR KE JURANG. Masalah terbesarnya adalah di belakang masing-masing mobil itu sudah antri pula mobil lain + puluhan motor (mungkin ratusan!). Makjang! Kami berpacu dengan waktu karena Ika dan Pras belum packing.

"Kemungkinan terburuk, kalian turun, jalan kaki sampai ke antrian paling ujung dan cegat ojek," kata SKJ.

Stuck. Sama-sama butuh melintasi jalan. Sama-sama tidak bisa melintas karena tidak sesenti pun badan jalan yang bisa dipakai untuk melintas. 

"Oeh! Biar kita mengalah saja! Mundur!"

Ya, mobil dari arah yang sama dengan kami (menuju Kota Ende) itu sebenarnya ingin mundur agar mobil dari depan dapat jalan (karena untuk mobil di depannya itu mundur sangat tidak mungkin mengingat jalan tanjakan + tikungan tajam + berpasir) tetapi mobil itu tidak bisa mundur karena di belakangnya ada puluhan motor menyesaki. Keputusan pun diambil, kami yang harus mengalah karena dengan cara itu lah kemacetan ini dapat diatasi. Awalnya beberapa pengendara sepeda motor enggan mundur atau berbalik arah untuk sementara agar si mobil dapat mundur. Berkat laki-laki berseragam tentara semuanya mau mengalah.

Nyaris 1 jam kami stuck di tempat itu. Setelah semua sepeda motor mundur, mobil pun dapat mundur, sehingga mobil yang dari depan dapat maju. Ternyata bukan sekadar mobil biasa melainkan truk! Disusul kemudian dengan bis, bahkan fuso hahaha. Parah ... parah ... Alhamdulillah berkat mau mengalah kemacetan yang fatal itu pun dapat teratasi. Bila tidak? Bisa sampai besok pagi kami ngetem di situ!

Seorang Bapak bercerita, "tadi sore tu Ibu, kami sudah ke sini, tapi itu mobil dua tetap begitu ... akhirnya kami kembali ke rumah. Eh sekarang masih juga ... parah." Nampaknya jalanan menjadi lebih ramai dari biasanya karena banyak orang yang datang dari luar Kota Ende hendak ke Ende untuk : (1) Membawa hantaran Huru Mana, (2) Mau ke Kupang menggunakan KM Awu (3) Pulang dari bekerja dan urusan (seperti kami.

Saya menoleh ke kanan kiri, atas bawah, ya ampuuuun ramai sekali jalanan yang biasanya pada jam segitu sepi, soalnya kalau sudah malam jarang ada sepeda motor yang ke luar kota hahaha. Sepeda motor yang mengantri itu pun sudah dari sore. Ada sekitar 2 kilometer kemacetan terjadi. Mobil-mobil, sepeda motor, truk, fuso, bis, semua mengantri. Setelah beberapa kendaraan dari arah berlawanan melintas, kami pun boleh melintas, setelah beberapa dari kami nantinya kendaraan dari arah berlawanan melintas kembali ... BERGANTIAN. Dengan demikian macet teratasi.

Sepanjang jalan dari lokasi proyek itu sampai ke Kota Ende jalanan ramai sekali, teman. Saya terkikik sendiri dan bilang ke Ika, "malam ini sepertinya Jakarta pindah ke Ende."

Alhamdulillah tiba di rumah dengan selamat. Ika dan Pras segera mandi lantas packing dan saya KENCAN SAMA WALKING DEAD xixiixixix. Minggu kemarin kan tidak kencan soalnya ikutan kemah Uniflor's Family Day. Sekitar pukul 20.30 saya mengantar Ika dan Pras ke Pelabuhan Ippi dan pulang melanjutkan kencan.

Ada hikmah yang saya petik dari perjalanan kali ini. Bahwa dengan mengalah segala sesuatu dapat menjadi indah. Mengalah bukan berarti kalah. Mengalah berarti memberikan kesempatan terbaik pada orang lain dan diri kita. Belajar untuk mengalah memang tidak mudah karena sebagai manusia kita cenderung eogis. Tetapi belajar untuk mengalah itu penting karena sebagai manusia yang bersosial kita juga berhadapan dengan manusia lainnya; yang juga egois.


Wassalam.

13 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. Asyik... Pertamax Komentar ...
    Tadi siang juga sy transit di Ende , tujuan Maumere, Sepanjang jalan juga ada pekerjaan jalan.. untungnya hanya 15 menit mengantri..

    Omong-omong masalah antrian, saya pernah paling jengkel pas antri mau turun dari kapal siguntang sedang dari bawah, buruh berlomba naik untuk angkat barang..trus hanya 1 pintu keluar .. mengantri 1,5 jam hanya untuk turun dari kapal.. yang kasian tuh banyak anak-anak dan mama tua yang juga mau turun terpaksa harus berdempet-dempet.

    Bukti Penyerangan #PerangPostinganBlog

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul, Ded. Portir itu memang membantu, tapi kadang mereka serobot sana sini. Masalahnya jelas mereka menang, secara mereka lincah, kuat, dan hafal kondisi kapal sementara kita ... lemah dan tak berdaya *tsah* hahaha ...

      Hapus
  2. Balasan
    1. Cieeee soalnya kalau nggak mengalah bisa sampai besok pagi kita di sana dan sudah kebelet pula sayanya huahahahah :D *ngebut!* kasihan pula tamu-nya kudu packing karena kapal menuju Kupang kan kabarnya jam 9 malam gitu :D

      Hapus
  3. Calon Bupati Pulau Palu'e :D Pilih No. 1...
    Keren! Ende macet cuy!, jam pulang kantor gitu tapi diluar kota macetnya, dipinggir tebing pula, keren gak tuh! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah! Bukan nomor 1 tapi nomor 2 :D ada deeeeh saya su edit fotonya, tinggal tulisannya saja nih *ngikik*

      Hapus
  4. Kalau di kampung saya kemacetan Jakarta beralih waktu lebaran karena banyak para perantau pulkam. Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, arus mudik itu berakibat pada ramainya kembali kota kita yang ditinggalkan mereka2 yang mencari nafkah di Jakarta :D Salam...

      Hapus
  5. Kirain macet cuma hak mutlaknya Jakarta aja...

    Eh, closingnya keren! Setuju!

    BalasHapus
  6. mantap pula ini kak --> Tetapi belajar untuk mengalah itu penting karena sebagai manusia yang bersosial kita juga berhadapan dengan manusia lainnya; yang juga egois. :D

    BalasHapus
  7. hehehe pernah mengalaminya saat mau ke Riung, sedang ada pengerjaan jembatan apalah, sistem buka tutup, yah mau gak mau demi kelancaran bersama, mengalah untuk kebaikan bersama *tsahhhh*

    BalasHapus
  8. SKJ itu senam taon berapa eew...???

    BalasHapus
    Balasan
    1. SKJ itu senam tahun lampau :P su jadul sekali hueheuehue

      Hapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak