Menggandeng Tangan Takita

Suatu hari, tepatnya beberapa hari yang lalu *nggak jelas semua, Teh :D* saya menerima email dari om Bisot yang isinya tentang IDbercerita dan Takita. Membacanya jadi terharu. Iya, membaca surat Takita tentang keinginannya! Keinginan mendengar cerita dari seluruh Indonesia, tentang dongeng, tentang masa kecil orang-orang yang begitu polos dan apa adanya, tentang apa yang memang seharusnya dialami dan dimiliki oleh perasaan seorang anak kecil.

Membaca surat Takita saya bilang : masa kecil saya begitu bahagia. Nggak kayak anak-anak jaman sekarang. Masih kecil direcoki lagu cintanya orang dewasa (damn! Ini mah salah orang dewasanya juga!). Masih kecil mainannya gadget yang bahkan belum seharusnya mereka menyentuhnya. Ditanyain soal dakon atau ular tangga mereka nggak tahu! Suer, mereka nggak tahu apalagi ludo de el el. Manapula kalau ditanya soal cerita Si Kancil, Timun Mas atau Malin Kundang. 
Masa kecil saya begitu anak-anak. Sangat anak-anak. Sangat normal, ketika saya memandangnya dari sudut padang saya sebagai orang dewasa sekarang (catat : bukan tua, tapi dewasa) haha. Saya bermain pasir, mengumpulkan kulit permen untuk dijadikan mata uang mainan, masak-masakan sama para kakak sepupu yang suka ngebully tapi justru di situ letak cintanya, main rumah-rumahan (dan saya punya mainan sampai 3 karung), main ular tangga, dakon (di Ende kami menyebutnya congklak), bermain behel (siput), main tali merdeka (main karet), main ogo, main boy, main kasti, kemudian mendengar Bapa bercerita, juga Mamatua. Sesekali saya dan para kakak sepupu pergi ke kompleks Misi (Nusa Indah) untuk memetik bunga. Dan yang paling saya suka ketika masih kecil adalah di Perpustakaan SDI Ende 11 tersedia begitu banyak buku yang bisa dipinjam! Buku-buku itu, buku cerita anak Indonesia. Mulai dari dongeng, fabel sampai hikayat. Belum cukup itu, di Perpustakaan pribadi Bapa pun tersedia begitu banyak buku cerita untuk anak-anak.
Waktu masih kecil keluarga kami punya band tapi saya dilarang bernyanyi di band itu ihihihi. Gantinya, Bapa selalu mengajak saya berlatih bernyanyi diiringi dengan piano kecilnya. Entah apa nama benda itu sebenarnya, yang saya tahu itu piano/orgen kecil yang bisa dibawa ke mana-mana merek Casio. Terus saya jadi sering tampil dengan Bapa yang mengiringi. Lagunya? Jelas lagu anak-anak. Mana boleh lagu orang dewasa seperti lagunya Meriam Belina atau Mukhlis Adi Putra waktu itu? Hahahaha. Lagunya mulai dari Ibu Kita Kartini, sampai dengan Naik Kereta Api. Saya jadi sering tampil dan kemudian menjadi BANCI TAMPIL setelah semakin berumur wakakakaka.

Menjadi banci tampil, sering bawain acara anak-anak, saya menegaskan diri untuk tidak membiarkan anak-anak tenggelam dalam dunia yang bukan milik mereka. Dalam kegiatan anak-anak, ketika anak-anak itu hendak mengisi acara dengan bernyanyi saya selalu bilang : lagunya harus lagu anak-anak yaaaaa... mereka awalnya garuk-garuk kepala karena bingung lagu anak-anak apa yang harus dinyanyikan? Tetapi kemudian pilihannya jatuh pada Bintang Kecil. Kemudian ada lagi yang mau nyanyi, lagunya Bintang Kecil lagi. Hadeh, wahai para Bapak dan Mama, kenapa lagunya Bintang Kecil melulu? Begitu banyaknya lagu anak di Indonesia, mulai dari yang kelasnya seperti Bintang Kecil, Naik Kereta Api, Balonku, dll, ada juga lagu anak a la Melisa, Meisya, Bondan, dllnya, kan?
Saya sering bilang, biarkan anak-anak berada dalam dunia mereka, bukan dunia orang dewasa!
Untuk Takita ... mungkin ini bukan balasan surat yang sesungguhnya, saya belum bisa fokus. Tetapi saya ingin Takita tahu bahwa dia tidak sendiri. Banyak yang ingin mengembalikan dunia anak-anak pada track-nya dan kita harus mendukung itu! Wajib! Ketika kita ingin bangsa ini menjadi lebih baik, mulailah dari anak-anak. Jangan tanya apa yang sudah saya perbuat untuk mereka. Dimulai dari Mamatua yang ngajarin anak-anak Bahsa Indonesia dan Matematika hingga saya yang nggak mau kalah ngajarin mereka bahasa Inggris, GRATIS. Intinya di rumah kami mereka tidak boleh menyanyikan lagu orang dewasa. Jadi mereka paling sering nyanyiin lagu-lagu perjuangan dan lagu anak-anak yang kami ajarkan.
Takita sebenarnya kita punya misi yang sama. Misi saya : mengembalikan anak-anak pada jalurnya.
Tunggu balasan surat saya yang lain ya, Takita  ;)) Love you!


Wassalam.

6 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. itu foto teh waktu kecil? :) cantiiik

    BalasHapus
  2. Wah ceritanya seru
    Takita diajak main pasir juga ya kak.....
    Oh iya diajari nyanyi juga mau

    Terima kasih buat balasannya
    *kecupTakita

    BalasHapus
  3. kembalikan anak-anak polos seperti jaman dahulu.. :D hahaha..

    BalasHapus
  4. Saya waktu kecil sering perang-perangan, pake bedil-bedilan, tapi akhirnya berantem beneran hehehehe
    salam kenal mbakyune

    BalasHapus
  5. tuteh jumpa lagi.... Blognya tambah keren...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak